Penulis: Putri Rianti Melantika, Muhammad Franstiago Candra, Hari Ulta Nusantara dan M Abung Arjun Satria
(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung)
Taktik Lampung - Pendaftaran tanah merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk memberikan kepastian hukum terkait kepemilikan tanah, yang pada akhirnya dapat memberikan perlindungan hukum. Hal tersebut termuat pada Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yaitu untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah maka diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan pemerintah yang dimaksud tersebut adalah PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.Adapun pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA tersebut meliputi :pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana yang menjadi tujuan dari pendaftaran tanah, maka kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 1997 Pasal 32 Ayat 1 menjelaskan bahwa “ Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.
Dengan demikian para Penggugat tidak dapat lagi melakukan gugatan hukum terkait hal ini, karena berdasarkan Pasal 32 Ayat 2 PP No 24 tahun 1997 yang menjelaskan bahwa “dalam hal atas suatu bidang tanah sudah di terbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam wakatu 5 (lima) tahun sejak diterbitkanya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke ppengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut”.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka jelas bahwa pendaftaran tanah merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh setiap pemegang hak atas tanah. Didaftarkannya tanah yang dimiliki tentu merupakan langkah awal untuk mencegah timbulnya konflik/sengketa terkait kepemilikan hak atas tanah di kemudian hari.
Terkait Hak Kepemilikan Atas Tanah yang dimiliki para Penggugat berdasarkan Hibah Lisan yang dilakukan oleh orang tua. Terdapat Syarat dan prosedur untuk mengajukan hibah. Tidak serta merta dengan hanya ucapan maka hibah tersebut dapat di sahkan.
Para Penggugat tidak dapat menunjukan Akta hibah, dan tidak dapat dibenarkan secara hukum Hak Milik seseorang yang telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Sertifikat Hak Milik. Kalaupun benar apa yang disampaikan Para Penggugat bahwa tanahnya berasal dari Hibah Lisan orang tua masing-masing Para Penggugat, maka saat pendaftaran tanah terkait kekberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tanah tersebut seharusnya di daftarkan oleh para penggugat. Faktanya hingga saat ini tidak didaftarkan karena hingga kini surat surat yang menjadi dasar gugatan tidaklah jelas.
Secara garis besar, hibah adalah memberikan barang secara gratis dan dilakukan oleh kedua pihak yang masih hidup.Penjelasan hibah lebih jelas tertulis dalam Pasal 1666 KUHPer yang isinya:“Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”
Syarat dan Cara Hibah
Pertama-tama, harus diketahui dulu bahwa semua orang berhak memberi dan menerima hibah, namun tetap ada aturannya. Dijelaskan dalam 1677 KUHPer bahwa anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan dalam UU Perdata.Ketika ada yang dihibahkan, maka harus menggunakan akta notaris dan berkas aslinya disimpan oleh notaris.
Proses hibah yang dalam hal ini adalah tanah perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.Aturan mengenai hal ini secara jelas tercantum dalam Pasal 37 Ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997: “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Selanjutnya dalam Pasal 38, dijelaskan bahwa pembuatan akta hibah harus:Dihadiri oleh para pihak yang melakukan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Tak memandang keluarga atau bukan, ketika ada tanah yang dihibahkan, maka harus dibuat akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Ketika akta tersebut sudah ditandatangani (paling lambat 7 hari), PPAT wajib:Mendaftarkan akta hibah dan dokumen terkait ke Kantor Pertanahan setempatMenyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta kepada para pihak yang bersangkutan.
Putusan majelis hakim perkara perdata nomor 6/Pdt.G/2018/ PN kla telah tepat dengan menjatuhkan hukuman kepada para Penggugat sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, bahwa oleh karenanya Gugatan Para Penggugat dinyatakan ditolak, hal ini berdasarkan Pasal 192 ayat (1) Rbg, dan dengan melihat Undang-Undang Nomor 5 Tahun tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009, Reglemen Hukum Acara Perdata Daerah Luar Jawa dan Madura atau Rbg (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Stb. 1927-227), dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan pokok perkara. (TL/*)
0 Comments